Tolok ukur keberhasilan seorang guru dapat ditentukan
berdasarkan sikap dan perilaku anak-anak didiknya. Sebagai pendidik,
seorang guru akan merasa berhasil apabila anak-nak didiknya mau
bekerjasama dalam proses belajar mengajar. Makna kerjasama adalah
bersama-sama melakukan tugas dalam rangka proses pembelajaran. Tetapi
adakalanya sikap dan perilaku anak-anak didik menyebabkan seorang guru
tidak tahan dan ingin cepat-cepat menyelesaikan sesi pembelajarannya.
Sebenarnya
sikap dan tingkah laku anak-anak yang tidak mau bekerjasama merupakan
dampak permasalahan dalam proses perkembangannya. Banyak anak yang
bahkan harus kehilangan masa kanak-kanaknya karena orang tua yang sibuk.
Sementara anak-anak lainnya dibesarkan oleh pengasuh(nanny).
Anak-anak itu diharuskan mandiri sebelum waktunya, akibatnya mereka
mengalami stress atau bahkan depresi.
Apa yang
harus dilakukan seorang guru? Sebagai seorang pendidik di sekolah, guru
dituntut berperan sebagai orang tua. Seorang guru harus mengerti bahwa
dimanapun anak-anak berada, baik di sekolah maupun di rumah, tidak
banyak bedanya. Berikut adalah tujuh opsi yang sangat bermanfaat dan
efektif untuk diterapkan di rumah maupun di sekolah.
1.
Memberi penjelasan apabila ada masalah atau kejadian insidentil
di kelas. Misalnya, seusai kelas melukis ada cat air yang tumpah di
lantai. Sebaiknya seorang guru berkata,”Lihat, di lantai ada tumpahan
cat air”. Atau ketika guru mendapatkan kertas ujian tanpa nama.
Sebaiknya seorang guru berkata,”Kenapa saya dapat kertas yang tidak ada
namanya?” Juga apabila anak-anak asik ngobrol di kelas. Seorang guru
boleh permisi keluar kelas sebentar untuk kemudian kembali dan
mengatakan bahwa suara mereka sangat jelas terdengar sampai hall atau
ruangan lain.
2. Berperan sebagai seorang
informan. Misalnya, suatu hari guru menemukan ada meja yang dicoret
atau anak-anak mencoret meja. Sebaiknya guru mengatakan bahwa meja
bukan tempat untuk menuliskan sesuatu, tetapi kertas. Atau di kelas
komputer ada anak yang menggoreskan sesuatu di atas disket komputer.
“Disket komputer tidak bisa lagi dipakai jika tergores atau kotor”.
3.
Memberikan pilihan/opsi. Misalnya, setelah seorang anak selesai
membuat bentuk bangunan dengan balok atau lego, dia tidak mau
membereskannya. “ Bagus sekali istana yang kamu buat! Pasti kamu akan
membuat istana lagi besok. Kalau begitu kamu boleh menyimpan balok-balok
itu di dalam rak yang sudah disediakan atau ke dalam kotak itu”.
4.
Memberi perintah dengan pesan singkat atau satu kata. Misalnya,
seorang anak tidak memulai kalimat dengan huruf besar. Katakan, “Huruf
besar!” Atau setelah seorang anak membuka pintu tetapi tidak menutupnya
kembali, “ Pintu!”.
5. Berkomunikasi dengan
gerakan atau bahasa tubuh. Misalnya kelas sangat gaduh, seorang guru
menempelkan jari telunjuknya ke mulut.
6.
Mengungkapkan perasaan anda. Misalnya anda sedang menerangkan
pelajaran, sementara anak-anak ngobrol. “ Saya merasa sedih dan
frustrasi kalau tidak ada yang mau mendengarkan saya”.
7.
Menyampaikan pesan atau perintah melalui tulisan. Misalnya guru
menyediakan kotak dimana tugas-tugas dikumpulkan; di kotak tersebut
dituliskan pesan “ Akan lebih baik kalau mencantumkan nama dan tanggal”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar